Merayakan dan Mensyukuri Hidup

Seharusnya aku mengawali kegiatanku pagi ini dengan mengoreksi hasil editan yang dikomplain atau mengentri buku kantor, tapi apa daya, hasrat menulis lebih besar. Kadang isinya tidak terlalu esensial, apalagi kalau menulisnya di blog begini. Sudah pasti hanya tentang curahan hati, opini pribadi, kesan pesan hidup, dan semacamnya.


Tapi, memang begitu bukan fungsi blog pada awalnya? Blog diciptakan untuk media jurnal bagi seseorang yang hendak mencatatkan kesehariannya, perjalanannya, pemikirannya, dan lain-lain yang kemudian blogging jadi berkembang sebagai gaya hidup, bahkan mungkin mata pencaharian (professional blogger). Apapun, bagiku, blog ya diari elektronik. Kalau dahulu menulisnya di buku harian pakai pulpen, ya sekarang diketik di blog pakai laptop. Jadi, menulis di blog adalah bagian penting dari aktivitasku yang sebenarnya kini semakin sangat jarang kulakukan.


Sedikit mengingat, aku bersyukur mengenal menulis sejak dini. Sejak usiaku masih sekolah dasar, aku sudah rajin menulis diari. Diariku kalau dikumpulkan dari dahulu banyak. Sayang, aku tak menyimpannya dengan baik sehingga mereka entah ke mana. Hadiah yang paling berharga kalau aku ulang tahun adalah buku harian. Aku senang sekali kalau dapat hadiah buku tulis, baik yang berbentuk diari maupun sekadar buku bergaris panjang. Aku mengingat beberapa teman dan saudara yang pernah menghadiahkanku buku catatan. Bagiku, mereka seperti orang-orang yang sangat mengenalku. Ada tiga orang yang paling kuingat betul yang pernah memberiku hadiah buku harian: tanteku, sahabatku Dian--keduanya saat aku berulang tahun, dan teman kuliahku Vicky--kalau ini dibelikan waktu kami jalan-jalan ke Gramedia. Semoga kebaikan hidup selalu ada pada mereka.


Begitu dekatnya aku dengan menulis diari, sampai-sampai aku sedikit tertutup dengan orang-orang di sekitar. Bukan berarti aku pendiam atau jadi nerd gitu, tapi untuk soal curhat, aku kadang merasa sudah cukup dengan diriku sendiri, yaitu dengan menuliskannya di diari, sehingga aku merasa tidak perlu lagi kebanyakan cerita kepada manusia. Maka, ketika bersama orang lain, aku cenderung lebih banyak mendengarkan. Cerita-cerita mereka, kadang bisa menjadi inspirasi berpikir dan menulis bagiku.


Meski begitu, namanya hidup, pasti ada missed-nya. Secukup-cukupnya aku dengan diriku sendiri, ada kalanya aku juga tak mampu berdamai, bahkan mungkin bermusuhan dengan diri sendiri. Kalau keadaan lagi seperti itu, jangankan menulis, bicara sama diri sendiri saja rasanya susah, padahal inti menulis (diari) adalah berkomunikasi dengan diri sendiri. Sementara itu, kunci keberhasilan komunikasi dengan diri sendiri adalah kejujuran, keikhlasan, penerimaan, dan terbuka. Menulis diari itu gak bisa asal, tetap ada seninya; bukan sekadar curhat yang gak jelas juntrungannya, tetap harus ada pembelajaran. Menulis, pada akhirnya adalah seperti kegiatan meditasi yang membutuhkan kontemplasi diri demi menghasilkan katarsis dalam hidup. Wkwkwk.. ngeri gak, tuh!  


Untuk mendapatkan perspektif lain, aku tetap butuh bercerita kepada orang: keluarga, sahabat, pasangan, teman. Aku belajar untuk lebih terbuka. Aku tidak hanya mendengarkan yang ingin aku dengarkan saja, tapi juga yang tidak aku ingin. Di situlah ternyata aku dikasih pelajaran lain, yakni untuk tidak terlalu keras kepala. Berbagi cerita ternyata menyenangkan juga selama kita selalu melibatkan hati dan pikiran agar bisa mengobrol dengan orang lain secara nyaman.


Maka, di titik ini, aku merasa bahwa hidupku itu begitu baik padaku--dengan latar belakang kecintaan pada menulis. Penting untuk mengalami dan merasakan kebaikan dalam hidup karena ternyata itu semua dapat mengantarkan kita pada perbuatan baik. Reflektif, seperti cermin. Silakan kalau mau eksperimen!

Demi semua kebaikan yang ada di muka bumi ini, yang tecermin maupun tidak, tampaknya aku sedang mengalami apa yang Komaruddin Hidayat simpulkan tentang hidup:

festival yang harus dirayakan, anugerah yang harus disyukuri


Aku merayakan kebaikan dan mensyukurinya. Hidupku ternyata masih sangat konservatif, ya... dan tampaknya semua itu telah menjadi prinsip.


0 comments: