Sepotong Ingatan: Andra dan Guru yang Sedih

Aku sedang sedih siang itu, sementara Bu Shinta sedang mengajar. Aku duduk di sudut kelas, sambil mencoret-coret kertas, lalu melamun dan ingin sekali rasanya menangis keras. Seorang anak laki-laki menghampiriku. Andra namanya. Dia lalu bertanya, "Bu Devi sedang apa?" dengan matanya yang menatapku tajam seakan sedang menelisik jiwaku yang terdalam. Aku merasakan betul dia, bahwa dia sedang merasakanku: guruku, Bu Devi, sedang sedih, kira-kira begitulah pikirnya. Rasanya aku ingin memeluk Andra dan kukatakan padanya,
Andra, dunia orang dewasa itu begitu pelik. Rasanya aku ingin menjadi anak kecil lagi saja. Aku tidak kuat, Andra. Kehidupan ini terlalu keras memaksaku untuk menjadi dewasa.

Lalu aku membayangkan Andra akan membalas dekapanku dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi, tentu dia tidak melakukan itu. Ini di kelas, banyak murid sedang belajar dengan Bu Shinta. Aku hanya bermain-main dengan pikiranku sendiri di sudut kelas itu sebelum akhirnya Andra datang untuk menemani.

Selama beberapa menit dia di situ bersamaku. Kami bermain tebak-tebakan gambar. Sesekali kami tertawa dan tak beberapa lama, teman-teman Andra ikut-ikutan menghampiri. Ada Dito, Fabian, dan entah siapa lagi aku lupa. Sempat terjadi sedikit keramaian dan kelucuan di antara kami, tapi itu tak lama karena Bu Shinta segera memanggil anak-anak untuk kembali duduk di kursinya. Sesi intermezo selesai: menghibur guru yang sedang sedih.

Tiba-tiba saja aku ingat pada kejadian siang itu, entah mengapa. Aku hanya merasa, anak-anak selalu punya intuisi tajam pada kegelisahan seseorang. Lalu dengan cara yang entah bagaimana, mereka seperti memahami kita, menghibur kita dengan kepolosan seorang anak manusia, dan mereka bisa membuat kita tertawa, terlupa sejenak pada kepelikan hidup yang tengah kita rasakan. Anak-anak adalah energi, kekuatan.

Lima tahun sudah berlalu sejak kejadian itu. Bagaimana kabar Andra sekarang? Dia adalah muridku sewaktu mengajar di sekolah internasional tahun 2010. Kelas enam dia saat itu, belum terlalu tinggi, tapi punya karakter yang sangat kuat. Aku membayangkan kelak dia tumbuh sebagai "anak nakal" yang jagoan tapi berhati lembut dan penyayang, seperti si Boy dalam film Catatan si Boy. Sudah SMA berarti dia sekarang.

Baik-baik, ya, Andra sayang. Terima kasih atas ketulusanmu siang itu kepadaku. Mungkin kamu tidak menyadarinya bahkan telah lama melupakan. Tapi, itu adalah sepotong ingatan yang sangat mengesankanku. Aku bahagia sekali saat itu. Aku merasa beruntung sekali menjadi seorang guru yang memiliki murid sepertimu. Salam manis untukmu dari Bu Devi.



*Sepotong ingatan adalah cerita tentang kenangan yang tiba-tiba mencuat ke permukaan. Kadang manusia begitu, bukan? Ketika sedang mencuci piring, dalam perjalanan kerja, atau buang air besar, mereka teringat pada sesuatu tentang kejadian di masa lalu.

0 comments: