Sekelumit

Banyak hal yang pengen diungkapkan yang enggak cukup terangkum dalam sebuah status WA, akhirnya kuputuskan ngeblog aja. Maklum, ini perjalanan pertama emak ke luar kota meninggalkan keluarga (baca: anak dua) di rumah bersama bapaknya. Tentunya ada banyak sekali hal yang ingin kuutarakan.


Pertama-tama, sebagai seorang pegawai yang sudah bekerja pada instansi pemerintah selama kurang lebih 12 tahun, ini adalah perjalanan dinas luar kota keduaku. Kerja sudah lebih dari satu dekade baru ke luar kota dua kali doang?! Iya, that's fun fact! Hahaha. Perjalanan pertama terjadi pada sekitar tahun 2013--2014, lupa, ketika masih menjadi pengantin baru. Waktu itu aku berdua rekan kerja pergi ke Boalemo, Sulawesi Tengah dalam rangka mengumpulkan nama marga. Pergi jauh-jauh, saat itu, mudah saja bagiku. Suami malah mungkin asyik ditinggal istrinya dinas. Ia bisa mengundang temannya ke rumah, seperti yang ketika itu terjadi, bergadang, enggak dibawelin, yah tipikallah. Sayangnya, enggak ada lagi yang ngajak aku dinas luar di tahun-tahun keemasan seperti itu. Wkwk.


Perintah dinas luar muncul lagi di tahun setelah itu, beberapa kali, dan tidak ada yang bisa kuikuti. Why? Setelah menikah, tentu si perempuan ini dihamili, ya. Setelah hamil, melahirkan, dan menyandang status ibu, segalanya dipastikan tak bisa mudah lagi. Setidaknya, itu bagiku, entah bagi yang lain. Kehamilan (sampai dua kali), kelahiran anak, punya bayi yang masih menyusu, punya balita di rumah, anggota keluarga sakit, dan segala macam alasan domestik itu membuatku tereliminasi dari perintah/tawaran dinas luar ke Batam, Yogyakarta, Banten, Bandung, yah kurang lebih itulah yang kuingat. Walhasil, sebagai pegawai pemerintah, aku praktis jadi pegawai pemerintah coret, wkwkwk, secara PNS atau pegawai pemerintah, kan, identiknya dengan dinas luar, ya?! Hahaha. 


Tapi, it's not a big deal, sih, buat aku. Selain karena keadaan, toh, aku juga sebenarnya mageran, sih, orangnya. Meskipun jenis pekerjaanku itu tergolong yang membutuhkan ketabahan ekstra karena mengandung tingkat kejenuhan tinggi alias monoton banget--sehingga beberapa pegawai rasanya berebut ingin dinas luar untuk menghilangkan kebosanan, aku menggunakan keadaan stagnan hidupku itu untuk mengasah skill menulisku. Alhamdulillah, di tahun-tahun ini kelihatannya semua upayaku itu mulai memperlihatkan hasil.


Well, tapi aku baru saja kembali, nih, dari perjalanan luar kota menghadiri seminar kepustakawan tingkat nasional di Kota Mataram, Pulau Lombok, NTB. Ini seakan menjadi debut bagiku setelah sekian lama vakum dari dunia kedinasan luar. Wkwk. Anak-anak semakin besar, suami semakin santai sekarang kalau kutinggal bersama anak-anak doang. Ya, itu, karena anak-anak sudah semakin besar, ya, khususnya si Kaka. Begitu kuperhatikan, memang benar, sih, meninggalkan Kaka itu kenyataannya lebih berat daripada meninggalkan adiknya, si Rerey. Meskipun sekarang Rey baru 3 tahun lebih, aku merasa tidak terlalu khawatir meninggalkan dia. Anaknya enggak cranky, slow aja... beda banget sama Kaka sewaktu dia seusia Rey sekarang. Begitu pun saat kemarin harus pergi, yang kukhawatirkan cuma Kaka, seperti bagaimana perasaan dia, kegalauan dia, kebaperan dia, ya, pokoknya semacam itulah. Untungnya sekarang dia punya adik, jadi tidak terlalu kesepian.

Chat-an sama Kaka

Sepulang dari Lombok ini, seminggu bekerja, aku sudah harus pergi lagi. Kali ini lebih lama, yaitu satu minggu. Aku akan pergi ke Yogyakarta, lalu ke Malang, sendiri, karena aku harus presentasi di dua pertemuan ilmiah. Ya, artikel ilmiahku diterima untuk dipresentasikan di dua pertemuan ilmiah tersebut. Ini, sih, benar-benar debut banget. Aku enggak pernah sebelumnya bicara di depan publik, akademis semua pula. Pernah, sih, sekali, ketika kampus menyelenggarakan seminar untuk mewadahi mahasiswa presentasi ilmiah demi syarat kelulusan. Tapi, kalau kali ini, murni aku ikut serta menjadi pemakalah dengan menempuh jalur pada umumnya, mengikuti call for paper yang diadakan, diseleksi makalahnya, lalu dijadwalkan mempresentasikan makalahnya ke khalayak akademis setelah dinyatakan lolos. Di satu sisi, Alhamdulillah, ya, artinya apa yang kuupayakan belakangan ini sebagai hasil dari kegabutan hidup sebagai pekerja seperti yang kuceritakan di awal, mulai memperlihatkan progress. Cuma, ya, artinya aku akan meninggalkan anak-anak lagi selama seminggu nanti. Untuk yang kali ini, sih, aku mau bawa anak-anak dahulu ke rumah neneknya di Cigugur, Kuningan. Kasihan, kalau selama itu mereka hanya bersama ayahnya tanpa ada siapa pun lagi.

Ya, itu saja, sih, ceritaku berdinas ke luar kota untuk pertama kalinya saat sudah punya anak dua. Mungkin buat kebanyakan pegawai, sih, itu hal yang biasa saja, enggak ada istimewa-istimewanya, dan enggak perlu juga diceritakan seperti ini. Masalahnya, ini aku gitu, loh, ibu-ibu pekerja yang sama sekali enggak pernah pergi berdinas ke luar kota meninggalkan keluarga di rumah. Di titik ini, ternyata, kami baru saja melaluinya. Alhamdulillah, semua baik-baik saja. Aku aman, anak-anak aman, ayahnya aman, rumah lumayan amanlah, hahaha, dan terutama kuberikan apresiasi yang tinggi buat Kaka yang sudah berani menghadapi kenyataan bahwa akan ada yang pertama sepanjang hidupnya menjadi seorang anak dari ibu pekerja, ditinggalkan oleh ibunya untuk bekerja ke luar kota selama beberapa hari. Itulah risikonya. Setelah ini, akan ada lagi, Kaka. Setelah yang akan ada lagi, mungkin akan ada lagi, tapi entah kapan dan bagaimana. Santai saja, ya, semua akan baik-baik aja, kok! 


Selain buat Kaka, tentunya buat suamiku juga yang sudah oke banget menjaga anak-anak di rumah tanpa istrinya ini! Buat Rerey juga: yang asyik terus, ya, Nak! Oke, deh, sip.


0 comments: