40

Oktober tahun ini usia aku 38 tahun. Artinya, kurang dari tiga tahun lagi saja usiaku menginjak 40 tahun. Usia 40 tahun konon merupakan usia yang istimewa dalam hidup seseorang. Banyak makna dan rahasia di balik pencapaian manusia di usia 40-nya. Usia 40 juga bisa menjadi titik balik sekaligus awal dari perjalanan seorang manusia dalam fitrahnya terlahir ke dunia.


Kalau suamiku, Agustus tahun ini usianya 43 tahun. Sudah hampir tiga tahun ia menjalani masa 40 tahunnya hidup di dunia. Jika angka 40 memang merupakan usia penentu, maka kulihat, di sinilah dan seperti inilah suamiku akan menjalani kehidupannya hingga akhir masanya nanti. Pada tahun ia berulang tahun yang ke-40, kami sekeluarga dibawanya menjalani kehidupan yang hampir 180 derajat berbeda dari kehidupan kami sebelumnya. Mungkin memang tidak secara sadar ia membawa kami. Akan tetapi, yang terjadi ketika itu, kalau dipikir sekarang, mungkin menjadi bagian dari rahasia usia 40-nya suamiku. 


Ia kembali ke rumah masa kecilnya, sekitar dua bulan sebelum ia berulang tahun yang ke-40. Ini memang bukan sepenuhnya keputusan suamiku, melainkan aku yang meyakinkannya dengan alasan-alasan yang sesuai dengan kondisi kami ketika itu. Namun, tak disangka, mungkin di sinilah jalannya segala sesuatu itu dimulai lagi. Meskipun memang prosesnya tak berlangsung mulus dan secepat yang dikira, kami toh hingga hari ini masih di sini dan melanjutkan hidup sebagaimana ia mengawalinya di sini pada usia 40 tahunnya. Dan, untuk itu, kami rasanya harus banyak bersyukur.


Ada usaha kopi yang akan kami mulai lagi, ada hubungan hangat antara ia dan ayahnya, ada gitar, ada tulisan-tulisanku yang mulai mendapatkan tempat, ada gambar-gambar, ada keluarga, ada anak-anak dengan pertumbuhannya yang menakjubkan--semuanya tentang hal-hal yang ada dalam imajinasi kami, tentang apa yang seharusnya menjadi porsi kami di kehidupan ini. Meskipun, sekali lagi, bahwa semuanya ini adalah proses, kami tetap merasa harus sangat bersyukur. Pencapaian kami ada dalam proses itu. Sudah berada pada track yang semestinya saja sudah merupakan suatu anugerah, karena menyadari, upaya menemukan jati diri itu ternyata sulit sekali, maka sekadar on track saja sudah membuat kami sangat bersyukur. Di antara kita semua, tentunya banyak yang tidak menemukan dirinya sendiri, bahkan hingga akhir hidupnya. 


Di usiaku yang menjelang 40 tahun ini, di momen akhir Ramadan yang tinggal menghitung hari, aku ingin menulis beberapa hal tentang rasa syukur yang tak sanggup kulisankan lagi yang bahkan aku tak tahu juga bagaimana harus mengungkapkannya dalam tulisan ini. Aku hanya benar-benar ingin mensyukuri segala sesuatunya yang terjadi pada kami hingga detik ini. Jika bukan karena Tuhan yang telah menganugerahkannya, kami tidak akan bisa sampai di titik ini. Tapi, Tuhan benar-benar membuatku ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada-Nya. Meskipun kutahu, Tuhan tak membutuhkan rasa terima kasihku, aku harus melakukannya dan aku akan terus mencari bagaimana cara yang tepat untuk melakukannya.


Bagiku, akhir Ramadan itu bagaikan sebuah garis start; sejak dahulu aku sudah menandai hal ini. Ada banyak sesuatu yang kumulai seusai Ramadan, baik itu sebuah pengulangan, kelanjutan, maupun sesuatu yang benar-benar baru. Aku merasa itu seperti waktu yang tepat, sebuah momen untuk melaju kembali setelah bertafakur selama sebulan di bulan Ramadan. 


Hanya saja, Ramadan tahun ini memang rasanya berbeda bagiku. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang begitu semangat dan antusias, kali ini aku sedikit skeptis menjalaninya. Mungkin, ini adalah cara alam semesta ini mengingatkanku untuk menemukan kembali hal-hal yang substansial dalam hidup. Aku sungguh harus berfokus kepada hal itu. Ke depan, setelah ini, dan mungkin sejak aku menuliskannya sekarang, tugasku untuk kembali kepada substansi hidup sudah dimulai. Ini adalah jalan yang harus kutempuh untuk menyambut datangnya usia 40 tahunku. Aku punya waktu kurang dari tiga tahun. Di usia 40 tahun nanti, aku harus sudah berhasil mencapai titik yang telah suamiku mulai lima tahun sebelumnya. Saat waktunya nanti, kami harus sudah benar-benar menjadi dan menjalani hidup hingga akhir hayat kami dengan pencapaian idealisme kami tersebut.


Mungkin ini menjadi doa, mungkin juga hanya ocehan iseng dari seorang aku yang sedang merasa entah... Tapi, setiap kalimat baik yang mengandung harapan dan cinta memiliki kekuatan yang kita enggak akan bisa sangka. Semua itu bisa menjelma doa yang muncul dari kedalaman hati seseorang. Aku berharap sebuah takdir yang baik, jalan yang indah, akhir yang tuntas. Terlalu banyak ketakutan yang kumiliki, sebanyak harapan yang kupunya pada hidup yang dianugerahkan oleh Tuhan ini. Pada akhirnya kami semua hanya bisa berbuat yang terbaik sesuai dengan kemampuan kami, berdoa dengan tulus dan penuh keberserahan diri--tak ada yang lain.


Selamat mencari dan menemukan hal-hal yang substansial itu. Perjalanan pasti berakhir. Jadi, kita mungkin agak sedikit berkejaran. Lelah, bosan, adalah bara yang akan mengembalikan lagi fokus kita. Tetap teguh dan percaya. Semangat untuk setiap proses. Hari ini kuucapkan pada diriku sendiri: selamat menempuh perjalanan menuju 40 tahun. Kesadaran yang tidak bisa dibilang dini juga ini pada istimewanya angka 40 tahun kelahiran manusia, membuatku harus banyak melakukan persiapan menjelangi usia 40 tahun di tiga tahun kurang yang kupunya sekarang. Banyak hal yang harus dipelajari, dilaksanakan, diperbaiki--banyak sekali hal. Untuk itu, aku harus tetap fokus. Sekali lagi, selamat, ya!


0 comments: