Aku dihantui! Apa? Itu, hantu kenangan masa lalu ketika menjalani masa-masa nomaden. Entah bagaimana munculnya, tapi sebenarnya "teror" ini sudah terjadi kurang lebih sebulan yang lalu ketika hendak masuk Ramadan. Pada saat itu, mendadak aku seperti orang yang sekarat kalau di film-film, bayangan masa lalu berkelebatan: memori baik, memori buruk, wajah orang-orang, momen-momen tertentu, perasaan-perasaan, wah ramai sekali pokoknya imajinasiku. Aku ingin sekali menuliskannya, terutama yang berkaitan dengan suasana berpuasa di tempat-tempat yang pernah aku tinggali. Tapi, kok, ya sulit sekali mendapatkan kesempatan menulis pada waktu itu. Pekerjaanku berderet minta diselesaikan, ditambah masuk bulan puasa, itu berarti tambahan pekerjaan buat kaum ibu-ibu. Walhasil, kutunda semua hasrat itu hingga tiba pada momen ini. Kupikir, inilah saatnya untuk mulai menuliskannya.
Sebegitu pentingnya memang, setidaknya bagiku. Ada banyak kenangan yang mengharukan dan menggetarkan jiwa dari pengalaman hidup nomadik kami selama lima tahun ke belakang. Kupikir, semua itu perlu kuabadikan ke dalam bentuk tulisan. Seperti kata Pram, menulis adalah bekerja untuk keabadian. Jika aku tak menuliskan pengalamanku kemarin itu, rasanya aku seperti sia-sia saja, padahal perjalanan berpindah-pindah tempat tinggal yang pernah aku dan keluargaku lalui selama ini membawa pelajaran yang sangat berharga bagi kehidupan kami. Tulisan ini nantinya dapat kubaca kapan pun, begitu juga dapat kusodorkan kepada anak-anakku saat mereka besar--selama tidak ada badai matahari dan blogger tetap lestari. Aku yakin, seburuk-buruknya aku menuliskannya, tetap ada sesuatu yang bisa kita petik bersama, seperti aku percaya, tidak ada bacaan yang buruk, kecuali pembacanya saja yang tidak pandai mencari makna dari sebuah teks. Setiap orang hanya perlu menentukan cara pandang.
Well, ini adalah pembukaan dari kisah panjang yang akan aku tulis dalam beberapa waktu ke depan. Tentu aku akan selalu menyempatkan diri menuliskannya--jika tidak disebut prioritas. Di sela-sela menyusun Dupak untuk syarat naik jabatan, kupikir ini akan menjadi selingan yang menyenangkan. Entah akan berapa lama selesainya, tapi aku akan menyudahinya jika aku merasa semuanya sudah selesai kutuangkan. Aku akan memberi label khusus untuk tulisan-tulisan ini dengan #petualangansepuluh. Kenapa sepuluh, karena ada sepuluh tempat tinggal yang berbeda selama lima tahun ini yang telah kami singgahi. Semuanya masih di seputaran Bogor-Depok, tapi seberapa jauhnya itu tidak penting, yang penting adalah cerita di balik semua perjalanan itu. Percayalah, selalu ada kisah kecil yang hadir yang sayang banget kalau harus dilupakan begitu saja, menguap disulut waktu yang bergulir dengan panas. Huft, sebaiknya cerita-cerita itu terbaca, ya, biar mereka juga gembira karena telah diapresiasi sebagai sebuah cerita oleh si penerimanya, yaitu aku. Hehehe.
Sebagai petunjuk, ini adalah sepuluh tempat yang pernah kami tinggali selama lima tahun ini. Semua tempat ini diurutkan sesuai kronologis dan diberi judul yang agak estetik sedikit.
1. Rumah Puspa
2. Rumah Taman
3. Rumah Seruni
4. Lotus Bu Nina
5. Rumah Graha
6. Lotus Bu Sella
7. Kool Kost
8. Ciampea
9. Atang Senjaya
10. Rumah Si Mbah
Nomor satu adalah tempat tinggal kami pertama setelah menikah. Itu rumah keluarga, kebetulan setelah ibuku pensiun dan pindah ke kampung, aku dan suami yang menempati rumah itu. Ada sekitar tiga tahun kami tinggal di situ setelah menikah sampai punya anak pertama, yaitu Kaka. Saat Kaka berusia sekitar delapan bulan, kami pindah karena rumah itu dijual--sekaligus ini menandai awal petualangan kami sebagai keluarga nomaden.
Adapun nomor sepuluh adalah tempat tinggal kami saat ini, rumah keluarga suamiku, tempat ia dan kedua anak lainnya dibesarkan. Kami sudah hampir setahun tinggal di sini dan entah mengapa ada perasaan bahwa kami akan sejenak mengakhiri petualangan nomadik kami di sini. Entah untuk berapa lama, aku tak tahu. Sepanjang hidup aku hanya selalu bisa menebak-nebak, seberapa bertahankah aku di sebuah tempat. Sejauh ini, belum ada sebuah tempat, katakanlah rumah, ruang, lokasi yang membuat aku berpikir, aku akan di situ sampai tua. Aku selalu membayangkan tempat tinggal yang jauh dari keramaian, ingar bingar kota, polusi, dan segala distraksi dunia yang bisa mengacaukan fokus hidup. Sayangnya, semua itu belum bisa kualami mengingat situasiku saat ini. Aku harus mengalah pada realitas. Tapi, mungkin nanti aku bisa mendapatkannya. Aku hanya perlu ekstra kerja keras untuk itu dan memercayai segala sesuatu yang tidak logis di dunia ini karena Tuhan ada di wilayah itu! Mungkin semua hanya tentang waktu, entahlah...
Akhir kata, semoga aku konsisten, ya, dalam menuliskan semua ini. Rancangan besarnya sudah tergambar, tinggal menunggu momen yang tepat untuk menghadirkannya ke dalam bentuk teks. Mungkin aku akan menuliskannya secara acak dan tematik sesuai memori penting yang berkesan yang muncul. Semoga semuanya menjadi cerita dan bisa dinikmati, ya, setidaknya oleh diriku sendiri. 😉
0 comments:
Posting Komentar