Kemarin sore kami melewati area Semplak, Atang Senjaya sepulang dari rumah Nenek Nani di Ciampea. Menemukan bangunan ATM Center itu masih ada di situ, helikopter yang enggak akan bisa terbang ke mana-mana lagi, Pasar Kapuk, jalan tembusan nan rindang yang membelah sungai dengan komplek AURI, dan berbagai macam penanda ingatan lainnya tentang kehidupan kami selama kurang lebih dua bulan di situ, membuat aku khususnya merasa terharu. Ya, sebegitu berharganya waktu-waktu yang telah kami sekeluarga lalui. Tempat-tempat baru, lingkungan baru, atmosfer baru hampir setiap tahunnya, membuat kehidupan keluarga kami yang nomadik ini terasa berwarna, seperti menjalani staycation saja. Kalau ditotal sejak akhir tahun 2016, kami sudah berpindah tempat tinggal sebanyak sembilan kali. Jika dijumlah sejak kelahiran anak pertama, kami sudah tinggal di sembilan tempat tinggal yang berbeda sepanjang lima tahun ini. Seru, ya! Hahaha.
Tugu helikopter Atang Senjaya, Bogor (sumber: https://tni-au.mil.id/tugu-helikopter-lanud-atang-sendjaja-simbol-toleransi-beragama/) |
Tapi, please, jangan itu dipandang sebagai bentuk ketidakmapanan, ya. Kalau tolak ukurnya American Dream, ya, jelas kondisi kami itu tiarap banget. Tapi, entahlah, masa-masa nomadik itu kami jalani dengan penuh kesadaran dan semangat. Hampir dua kali setiap tahun kami pindah tempat tinggal dengan alasan tertentu, baik yang masuk akal maupun absurd. Pernah waktu memilih tinggal di Depok, ada satu ketika alasannya hanya karena aku ingin menaiki jemputan kantor yang ada AC-nya mengingat saat itu aku sedang hamil anak kedua. Kondisi hamil selalu membuatku kegerahan dan aku punya pengalaman buruk dengan jemputan kantor tanpa AC ketika sedang hamil. Karena itu, aku harus tinggal di daerah yang dilewati jemputan kantor ber-AC biar pulang pergi bekerja dengan nyaman. Tapi, dari semua pilihan yang tersedia, aku tidak pernah punya keinginan untuk tinggal di Jakarta, sih. Semua masih di sekitaran Bogor (kabupaten/kota) dan Depok saja. Hehehe.
Biasanya, momen-momen selepas Idulfitri, kami sudah disibukkan mencari tempat tinggal baru. Entah mengapa, momennya selalu pas begitu. Jadi, sehabis lebaran, kami seperti dihadapkan pada kehidupan baru di dunia ini. Menarik, karena tentu segalanya tak akan pernah bisa diduga. Dan, ternyata, di situlah asyiknya menjalani kehidupan sebagai keluarga nomaden. Selalu ada yang baru di antara kami dan itu bisa apa pun bentuknya: kebahagiaan, kegembiraan, kesedihan, bahkan masalah baru. Orang-orang baru, lingkungan baru, pemandangan baru seringnya memberi energi baru bagi kami. Mungkin ketika itu, kami memang harus melalui semua itu. Dengan demikian, pengalaman kami menjadi bertambah dan itu baik untuk pertumbuhan jiwa kami. Rasanya, itulah petualangan yang sesungguhnya. Kami dengan sadar "menualangi" diri kami sendiri, menantang.
Sayangnya, tahun ini, masa-masa sehabis lebaran kali ini, kami tidak hunting tempat tinggal baru lagi. Mungkin, sudah dicukupkan dahulu sampai di tahun kemarin staycation-nya. Mungkin ada yang diam-diam telah mengatur semua ini dan membuat rancangan baru untuk kami lalui sebagai keluarga. Ada yang membuatku rindu tentu saja, tapi menyadari bahwa semuanya tak lagi sama dengan anak-anak yang beranjak besar, menciptakan keadaan yang lebih stabil mungkin lebih penting untuk sekarang. Rindu berjumpa tempat tinggal baru pada akhirnya cukup kuungkapkan melalui tulisan ini saja, dipicu oleh perjalanan kemarin sore melewati Atang Senjaya. Kau tahu, di daerah situ adalah tempat tinggal terakhir kami sebelum menyudahi semua petualangan ini dan kembali ke rumah masa kecil suamiku. Mungkin ini lebih baik. Kini, tak ada lagi rasa ingin yang berlebih atau penasaran yang terlalu dalam pada hal-hal duniawi. Aku tampaknya sudah tuntas dengan diriku sendiri. Sekarang saatnya aku mendampingi, sebagai istri dan ibu, suamiku dengan segala cita-citanya dan anak-anakku dengan jalan mereka yang masih panjang.
Aku kini ingin menghabiskan banyak waktu dengan menulis, bekerja dengan tekun, memperhatikan keluargaku di mana pun mereka berada, merawat cinta yang tumbuh di halaman rumah dengan saksama. Entah kapan aku akan pindah lagi, menempati rumahku sendiri, tapi saat ini, mereka semua telah menjadi rumah bagiku. Keluargaku adalah rumahku, tempatku berpulang dan beristirahat, menjadi tujuan dari segala perjuangan ini.
Bunga di halaman |
Terima kasih, Tuhan, atas segala perjalanan ini. Terima kasih telah memberiku warna-warni dan kebahagiaan.
0 comments:
Posting Komentar