Menunggu Anak Langit

Si baby belum lahir juga. Menunggu apa, Rey? Ya, menunggu waktunya, kira-kira begitu jawab Rey. Aku tak bisa apa-apa, selain hanya menunggu juga. Tak banyak yang bisa kulakukan, selain urusan domestik saja, terutama mengurus dan menemani Kaka bermain. Beberapa pekerjaan editan sudah tak sanggup aku keselesaikan, padahal sangat ditunggu. Mau bagaimana? Duduk lesehan sudah tidak kuat lama, berpikir juga terbatas. Aku hanya mampu menonton Korea, duduk dan mengawang... memikirkan nasib keluarga yang tak pasti ini, menerka-nerka perjalanan berikutnya, mereka-reka alternatif hidup yang mungkin bisa kami jalani. Beban utamaku adalah setelah bayi ini lahir dan aku mulai masuk kerja. Siapa yang akan menjaga anakku selama aku kerja? Bagaimana kehidupan bersama si baby bisa berjalan di tempat kami sekarang tinggal ini. Sungguh, sebuah PR besar. Aku benar-benar pusing kalau memikirkan itu.

Banyak hal sesungguhnya yang membuatku pusing. Begitulah aku. Rasa-rasanya tidak ada yang benar-benar pas di hati dari kehidupan yang tengah kujalani ini. Semua masih jauh sekali dari gambaran besarnya. Aku tak tahu apa aku masih punya waktu? Apa segala sesuatunya masih sempat? Apakah benar-benar akan ada keajaiban bagi kehidupan kami? Apa semua akan baik-baik saja?

Ketidakpastian hidup membuatku sangat galau. Tapi, bukankah manusia semuanya diterpa kegalauan? Manusia itu makhluk yang paling menyedihkan. Nasibnya tak bisa ia pegang. Rencananya bisa meleset. Kekecewaan adalah kenyataan sehari-hari yang harus diterimanya. Terkadang ia beruntung, tapi setelahnya ia harus bekerja lebih keras dan sangat keras. Keberuntungan tak selamanya mengikuti. Keajaiban bukanlah hasil penghitungan logis. Dan, manusia tidak sanggup lama bersandar pada sesuatu yang ia tidak tahu, sesuatu yang dapat ia kalkulasikan. Pada akhirnya, hidup tak selamanya bisa mengalir begitu saja... Sungguh, manusia adalah tragedi dunia.

Mungkin jalanku akan sunyi. Aku tak tahu. Kehadiran anak-anak manusia dalam duniaku mungkin yang akan jadi peramai, mungkin juga peneduh. Mereka adalah pengobat sepi, penghibur duka, pemberi semangat dan arah hidup.

Begitulah barangkali hakikatnya. Aku tak tahu juga. Aku hanya menunggu, jika kebenaran itu memang sungguh-sungguh niscaya. Kebenaran atas setiap janji manis hidup...



0 comments: