Menunggu Anak Panah

Melahirkan adalah bagian terakhirnya (yang menjadi sebuah awalan). Ada ketegangan, kebahagiaan, kekhawatiran, ketidaksabaran. Ini lebih rumit dari sekadar menunggu bus terakhir yang akan membawa kita pulang. Ada jadwal, namun itu pun hanya perkiraan. Lagi pula, siapa yang bisa memastikan kehendak takdir yang ingin melahirkan anak manusia baru yang hendak melihat matahari?

Menunggu

Hujan telah turun lagi sebagaimana mestinya. Posisi bayiku yang masih melintang di usia 37 minggu kini telah membaik berkat bantuan seorang bidan yang tinggal di kaki Gunung Ciremai. Aku berencana melahirkan di sini. Dua minggu sudah aku tinggal bersama mama dan adik perempuanku, serta seminggu lamanya berjauhan dari Ney. Terakhir itu adalah bagian terberatnya, namun tampaknya masa adaptasiku mulai hampir habis.

Aku tak bisa melulu kalah oleh emosi. Kadang kita tak selalu tahu apa yang terbaik untuk kita meskipun pada akhirnya kita mampu mengambil hikmah, tetap tak akan ada yang tahu apa yang terbaik itu. Andai manusia punya kesempatan untuk mencoba seluruh kemungkinan yang hadir dalam hidupnya… Tapi, kalau diingat bahwa pilihan itu pun tak ada, rasanya hati mendadak jadi damai kembali. Percayakan saja pada hidup, semua ini sudah terjadi.

Aku sedang menunggu: si bayi yang belum masuk panggul pada usia yang sebentar lagi 39 minggu. Aku sedang menunggu: kecemasan sirna, sukacita tiba, penantian berakhir. Kesabaranku ada pada jalan-jalan menurun yang kususuri setiap pagi menuju tepi persawahan di bawah naungan pohon randu; pada gerakan nungging, bersujud, sila, jongkok yang kuupayakan setiap harinya; pada tarik-embusan napas yang kuolah-olah; pada sesendok makan minyak klentik yang masuk ke perutku setiap malam; pada doa Hanna yang melahirkan Maryam yang melahirkan Isa yang kupanjatkan sehabis salat; pada setiap kesabaran itu sendiri yang bisa beragam bentuknya, termasuk tangisan dan kemarahan. Ternyata, menjadi ibu adalah tentang kesabaran.

Maka, ketika Kahlil Gibran menulis bahwa anakmu bukan milikmu, tentu ini menjadi bagian dari proses kesabaran yang berkesinambungan. Aku sedang dilatih. Sebab aku adalah busur yang sedang menghamilkan anak panah. Aku hanya sedang menunggu kehadiran anak panah itu yang pada akhirnya pun akan melesat laksana kilat dari busur yang mantap.

Menjadi ibu adalah tentang kesabaran, ternyata.


0 comments: