"Selisih" oleh Si Murai

Menurut perkiraan cuaca, suhu di Kota Bandung adalah 19°C, sedangkan suhu di Kota London adalah -8°C. Selisih suhu dari kedua kota tersebut adalah …

“Bu, selisih artinya apa?” tanya para siswa hampir serentak.

Siapa yang ingat kalau itu adalah sebuah soal di ujian nasional pelajaran matematika? Mungkin Anda ingat atau tidak, tapi saya akan selalu ingat. Sebabnya, soal inilah yang membuat seorang guru kelas enam harus sering-sering mengingatkan siswanya bahwa selisih itu artinya ‘beda’. Mereka adalah guru dan siswa di SD bertaraf internasional yang sedang bersiap menghadapi Ujian Akhir Nasional.

“Ingat, kalau ada kata selisih-nya, cara mengerjakannya adalah dengan dikurangi,” kata sang guru penuh penekanan.

Tak ada yang benar-benar menggunakan kata itu di kelas ini. Selisih bahkan bisa jadi hanya muncul di beberapa soal UAN pelajaran Matematika. Tapi, siapa yang tahu, soal dengan kata selisih yang tentu mudah saja penyelesaiannya itu, barangkali adalah penentu lulus atau tidaknya seorang siswa. Dengan catatan, hanya jika ia benar-benar memahami makna kata selisih.

UAN telah menjadi momok bagi para guru dan siswa kelas enam di sekolah bertaraf internasional ini. Bukan hanya perkara materi ujiannya, melainkan pula bahasa yang digunakan dalam soal-soal UAN. Beberapa guru menyebut, “Bahasa di soal UAN itu kadang-kadang susah dimengerti. Bahasanya beda.” Contohnya, sebut saja, kataselisih itu. Maka, demi menghadapi UAN, seorang guru secara khusus harus memberi tahu para siswanya di kelas untuk mengenali kata selisih dalam soal ujian.

Selisih jelas bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya ‘beda; kelainan’, ‘hal tidak sependapat (sehaluan dsb); pertentangan pendapat; pertikaian’. Kata ini memang jarang digunakan. Umumnya orang lebih senang menggunakan kata beda. Namun, jelas sekali penekanannya bahwa selisih itu digunakan untuk menunjukkan makna ‘beda’ dalam hal jumlah. Tim pembuat soal UAN dari Diknas (Pendidikan Nasional) terang mengerti makna kata ini. Tetapi, anak-anak zaman sekarang tidak ada yang tahu. Selisih merupakan perkara kecil saja. Seumur hidup anak-anak ini mungkin tidak akan mengenal kata selisih dan artinya jika tidak harus mengikuti UAN.

Saya adalah guru berbahasa Indonesia di SD bertaraf internasional itu beberapa tahun lalu. Setiap kelas punya guru berbahasa Indonesia dan guru berbahasa Inggris sebab hampir semua pelajaran disampaikan dalam dwibahasa. Pengalaman mengajar di sini menyadarkan saya bahwa bahasa Indonesia bisa saja kelak menjadi bahasa kedua di negaranya sendiri. Bagaimana bisa? Jelas saja, generasi penerus kita lebih fasih berbahasa Inggris daripada berbahasa ibu mereka. Sekolah lebih menekankan kepada nilai-nilai berbahasa Inggris dibandingkan berbahasa Indonesia. Materi pelajaran disampaikan dalam bahasa Inggris: Math, Science, Social Studies, untung tidak dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Pengumuman ditulis dalam bahasa Inggris, ditempel di dinding-dinding koridor. Nama kegiatan sekolah dibuat dalam bahasa Inggris, nama ruangan, pidato dan sambutan dari wakil guru. Mereka berbincang dalam bahasa Inggris: siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru. Yah, namanya juga sekolah bertaraf internasional.

Barangkali, satu-satunya yang menjadi alarm bagi warga sekolah bertaraf internasional ini adalah UAN, yang mengingatkan bahwa bahasa Indonesia punya kata selisih, yang mengingatkan bahwa menjadi setaraf dengan dunia global, tidak harus meluputkan bahasa ibu sendiri dan menjadikan bahasa Inggris adalah segalanya.

Sayang sekali, saya tak bisa lama di situ. Sebagai satu-satunya guru berlatar belakang pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di SD itu, saya pernah diminta mengajar lagi, tapi saya sudah ada pekerjaan lain. Sayang, saya tidak bisa berkontribusi lebih banyak, minimal menambah kosakata bahasa Indonesia kepada generasi penerus bangsa kita, selain kata selisih.

***

Tulisan di atas berjudul "Selisih" ditulis oleh saya di situs Kompasiana (dengan akun "Si Murai") dalam rangka mengikuti lomba blog "Bahasa Indonesia dan Kita" yang diselenggarakan bulan September kemarin oleh Kompasiana dalam memperingati bulan bahasa Indonesia. Tulisan di atas merupakan secuplik cerita pengalaman saya ketika mengajar di SD bertaraf internasional di Bogor. Saya mendapati, siswa-siswa di sana kesulitan memahami bahasa Indonesia dan lebih fasih berbahasa Inggris. Penjunjungan tinggi terhadap nilai-nilai berbahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia kental terasa, dari mulai perangkat sekolah terendah hingga tertinggi, kecuali barangkali petugas atau pesuruh sekolah.

"Selisih" masuk ke dalam 10 pemenang hiburan yang mendapatkan hadiah voucher dari Gramedia senilai Rp 250.000,- dan suvenir dari Kompas. Dari 1.000 lebih tulisan yang masuk ke Kompasiana dalam lomba blog ini, terpilihlah 3 pemenang utama dan 10 pemenang hiburan. Masuk ke dalam salah satu tulisan yang dinilai juri berhak mendapatkan penghargaan, saya sebagai penulis "Selisih" tentu senang sekali. Walaupun info pemenangnya baru saya baca seminggu kemudian setelah ditayangkan pertama kali, itu tidak mengurangi rasa terkejut saya. Bahkan, saya merasa surprise banget! Senanglah.. bisa jadi salah 13 dari ribuan tulisan yang ada. Padahal, tulisan itu saya buat di hari terakhir batas pengiriman blog. Saya ingat betul, begitu membaca iklannya, saya langsung menulis. Ide tersebut tercetus begitu saja hingga sesiangan itu di kantor saya habiskan untuk bikin "Selisih". ;)

Hadiah untuk peserta dari Jabodetabek sebenarnya diberikan saat acara seminar bahasa yang diselenggarakan Kompas di suatu hari Sabtu di bulan Oktober. Tapi, karena saya telat tahu, maka hadiah untuk saya dikirim ke alamat rumah. Sabtu kemarin saya terima hadiahnya, berupa voucher, flashdisc 8GB, dan kaos bertuliskan Kompas.






Howrey! Tetap semangat! Terus berkarya! :D


0 comments: