Lukisan Hari

Beginilah kondisi perasaan bebas dan merdeka yang saya maksud.
#

Kupu-kupu di antara dedaunan
Ketika semua orang di kota ini pergi berangkat kerja ke kantor di antara pukul 5 sampai 9 pagi, sementara kamu pergi ke sebuah taman kota yang menjadi pusat kesegaran dan sirkulasi hidup, lalu kamu duduk di sana sambil menikmati susu coklat kemasan, musik, angin, dan kamu berucap, “Selamat pagi.” Kupu-kupu terbang rendah di antara dedaunan dan bunga. Kucing liar di taman itu sedang menggeliatkan tubuhnya. Bias sinar matahari menelusup ranting-ranting yang anggun. Kamu berbeda. Kamu bukan tipikalnya manusia. Kamu bukan stereotipenya orang-orang modern itu.

Sebuah meja kerja
Ketika hari mulai menggulirkan bola kuning di langit kita, sebelum tepat di atas kepala, kamu sudah beranjak, ke sebuah ruangan yang sangat kamu kenal, yang sangat kamu sukai suasananya, yang sangat menggairahkanmu, dan kamu mulai menyelesaikan apa-apa yang tercatat di job-desk-mu hari itu. Pekerjaanmu. Kamu melakukannya dengan penuh cinta dan semangat. Kamu menelepon seseorang. Kamu membuat laporan perkembangan. Kamu mulai menulis, merampungkan sesuatu, mengirimkannya kepada seseorang lewat e-mail, lalu kamu bersiap untuk makan siang. Hari itu kamu tidak makan siang sendiri, tapi bersama seseorang di suatu tempat makan di kota itu. Mulutmu mengunyah, sesekali kamu berkata, selebihnya tertawa. Kamu berdiskusi sesuatu dengan orang itu, hendak menyelesaikan sesuatu dengannya, lalu kamu kembali bekerja, bersama dia, sambil mendengarkan musik, sedikit kudapan, kopi hangat. Ruangan kerjamu tak akan pernah membosankanmu. Orang-orang yang bekerja bersamamu tak akan pernah membuatmu jemu. Bukan karena ruangan atau orang-orangnya, melainkan karena kamu selalu merasa hidup, dari detik ke menit, jam per jam, setiap harinya. Kamu hidup.

Meditasi
Ketika senja hampir tiba dan kamu sudah rapi lagi menyambut suasana waktu yang mulai berubah, kamu sudah ada di suatu tempat yang dingin sekaligus hangat. Orang-orang baik dan bersahaja: dosen, guru, dokter, ibu rumah tangga, aktivis sosial, manajer, wartawan, seniman, wirausahawan, arsitek, dan tak peduli apa lagi itu status mereka di dunia kerja, kalian duduk bersila, menghirup udara, mengembuskannya, membuat sebuah gerakan, memuja, membumi, meraih langit, membebaskan, mendamaikan. Meditasi yang sejuk, hangat, ringan, tenang. Namaste.

Dan malam pun tiba. Sebuah menu ringan: roti, susu, buah-buahan, bulan, kenangan, harapan, kata-kata, cerita, lelucon. Kamu berkumpul bersama orang-orang tersayang, berbagi kehangatan. Mereka punya kisah masing-masing tentang seharian yang telah mereka lalui tadi. Kamu pun mendengarkan, menampung semua cita-cita mereka, dan diam-diam berdoa, “Semoga alam senantiasa membimbing manusia mencapai nirwana.” Tidak ada hujan malam itu. Doa pun diamini oleh suara jangkrik yang bersembunyi. Kriiik... kriiik... kriiik.

Sebuah malam
Saatnya kamu beristirahat, dengan terpejam maupun terjaga. Semua tampak sudah pada tempatnya. Yang penting adalah itu, dan ketuntasan. Tidak ada yang terluputkan, tidak ada yang tertunda, tidak ada yang tidak tepat. Kalaupun memang ada, itu manusiawi, dan waktu masih menunggu kita untuk bisa memperbaikinya esok. Masih ada waktu atau ia mungkin tak ada sama sekali. Apa untungnya memikirkan ia? Kamu sehat, muda, berpotensi, dan suka bekerja. Apa lagi yang luput selain rasa bersyukurmu. Jangan sampai. Kamu harus terus berjuang dengan caramu, dengan kebebasan dan kemerdekaan dirimu, dengan esensi kamu sebagai hasil karya sang pencipta. Itu lebih dari sekadar ucapan, “Saya bersyukur kepada-Mu, Tuhan.”

Kamu berbeda. Kamu bukan tipikalnya manusia. Kamu bukan stereotipenya orang-orang modern itu. Kamu ingin mengubah sesuatu. Kamu ingin semua orang bisa begitu, berbeda di antara orang-orang lainnya, unik. (Memang sudah hakikatnya, bukan?) Kamu ingin segalanya bergulir dengan baik, dinamis, harmonis, seimbang. Semoga kamu tetap begitu, melalui hari demi hari dengan kebaikan.

Lukisan Pagi
Bola kuning di langit kita sudah muncul lagi. Kamu mengingat mimpimu semalam. Kamu selalu suka sebuah pagi. Heningnya.. bau lugunya.. muda, polos. Kamu tersenyum dan berucap, “Selamat pagi.” Apa yang akan kamu lakukan seharian ini?
[putar "I'll still be loving you"-nya Fourplay]
#

Hidup bukanlah sesuatu yang bisa didefinisi, pun dengan makna bebas dan merdeka. Tapi, paling tidak, itulah yang bisa saya lukiskan tentang idealnya perjalanan keseharian seseorang. Kenapa kita harus selalu merasa dibatasi, oleh waktu, jam kerja, ruang, sistem, adat, budaya? Kenapa kita harus terkungkung oleh itu semua? Kita kehilangan gairah kerja, saling berbisik tentang pimpinan yang tidak adil dan serakah, mengungkit bonus perusahaan yang berbeda-beda di tiap unitnya, si anu nikah dengan si anu, si itu sikapnya mengganggu sekali, usak-usik terus, membanding-bandingkan, saya lebih baik dari kamu, dia lebih baik dari saya, rahasia umum tentang maling yang tidak pernah mau mengaku maling (mana ada maling yang mau mengaku maling, kecuali maling yang teriak maling), sikut sana sikut sini, menjilat, bermuka dua, tiga, empat, atau berapalah yang semuanya sibuk berkasak-kusuk tentang dunia ini. Ke mana kita akan kembali ketika tempat ini menjadi sepi?

Saya kadang lelah dengan kehidupan, jenuh luar biasa, penat dengan segala tuntutannya, rencana-rencana yang saya buat, mimpi serta harapan yang saya ciptakan. Ilusi. Semuanya hanya ilusi sebab kepastian itu tidak ada. Hanya satu hal yang sudah pasti terjadi pada kita semua dan itulah satu-satunya yang mungkin terjadi serta sama-sama sedang kita lakukan tanpa kita sadari: menghadapi kematian.

Cukuplah sampai di situ pengertian saya tentang makna hidup ini. Mengingat kesempatan saya hanya sekali untuk berada di dunia, maka saya putuskan, saya harus bebas dan merdeka dengan makna yang juga entah apa, mungkin semacam nirwana, bukan sebuah tempat dan waktu, melainkan sebuah pencapaian yang paling luhur dalam hidup manusia. Sebut ia mokhsa dan saya percaya itu juga ada di dunia, di tengah-tengah kerumitan ini dan kompleksitas yang makin menjadi. Saya percaya saya bisa mencapai mokhsa. Entahlah, tapi kekuatan saya adalah rasa percaya itu sendiri. Saya percaya, maka itu Ada.

Saya membebaskanmu, berperanlah kamu sepuas-puasnya, jadilah diri sendiri.

0 comments: