Humoraria*

If I had no sense of humor, I would long ago have committed suicide. -Mahatma Gandhi
Jauh sebelum saya mengenal filosofi humor dalam hidup, seorang teman semasa kuliah sekaligus "guru hidup" (pada masa itu) pernah berkata kepada saya, "Ketawain aja, Teh!" Ketika itu, hidup saya sedang berada pada titik nadir kegalauan: orang tua cerai, putus cinta, jomblo, pindah rumah, gagal jadi sutradara teater, bahkan seorang teman seperjuangan (pada masa itu) sudah hampir mau bunuh diri (ini serius). Tapi, kekuatan membawa saya kepada kalimat sakti itu yang kemudian saya aplikasikan pada suatu malam.

Ketika itu malam tahun baru 2006, saya bersama seorang sahabat menghadiri acara tahun baru di sebuah rumah seorang kenalan yang halaman belakangnya cukup besar untuk acara gathering dan panggung musik. Suasana di sana tentu ramai dan penuh keriaan. Sayangnya, malam itu saya malah merasa terjebak di tempat tersebut. Seharusnya saya tidak berada di sini, tetapi di suatu tempat di luar sana yang hanya ada saya, seseorang entah siapa, alam, dan sebuah obrolan asyik tentang hidup--itu terus yang saya tekankan dalam hati. Alhasil, saya pun kikuk dan berencana untuk pulang sebelum tengah malam tiba. 

Namun, dalam keadaan resah jiwa begitu, saya kemudian teringat kalimat sakti itu. "Ketawain aja, Teh! Ketawain aja, Teh!" Seperti merapal mantra, saya mulai mengulang-ulang kalimat itu di dalam dada. Tak lama, mantra tersebut pun mulai merasuk ke dalam sukma, menggerakkan bibir yang terkatup ini untuk membuat sebuah garis di pipi. Berawal dari senyuman, lalu cengiran, gigi mulai kelihatan, dan saya pun mencoba tertawa. Satu per satu, mulai dari hambar, datar, hingga akhirnya saya berhasil melebur dengan tawa yang saya buat sendiri. Perlahan, diri sendiri ini pun mulai saya kuasai, dan saya mulai mencoba menikmati suasana pesta tahun baru.

Saya tidak jadi pulang. Iya, berkat kalimat sakti itu. Saya pun bertahan hingga lewat tengah malam dan bertemu dengan seorang pangeran yang menambat hati. Sungguh, saya merasa takjub sekali malam itu. Seakan, malam itu memang sudah dimaktubkan untuk terjadi dalam kehidupan saya (dan tentunya kehidupan pangeran penambat hati itu). Sebabnya, itu adalah malam yang mempertemukan dua anak manusia di muka bumi ini untuk saling memadu kasih dan cinta sejati hingga ikrar sehidup semati pun terucap tujuh tahun kemudian sejak malam itu. Iya, di situ saya bertemu jodoh saya: Ney! Huhuhu... kalau ingat malam itu saya suka senyum-senyum sendiri. Bagaimana sebuah kalimat sederhana, "Ketawain aja, Teh!" dan sebuah aktivitas sederhana pula, yaitu tertawa, bisa mengubah jalan hidup seseorang. Bayangkan jika saya tetap terjebak pada perasaan resah, galau, bete, dan bersikeras untuk pulang, saya tidak akan bertemu dengan Ney. Hidup saya hingga bertahun-tahun ke depan tetap diliputi kegalauan dan saya jadi perawan tua! *Lebay.

Tertawa adalah Obat
Benar sekali itu pepatah yang mengatakan bahwa tertawa adalah obat, apa pun: stres, galau, bete, bahkan nyeri fisik. Banyak penelitian telah mengungkapkan hal tersebut, tinggal cari di Google dan artikel mengenai hal itu akan banyak kamu temukan di sana. Berdasarkan pengalaman saja, tertawa terbukti membuat tubuh lebih segar, muka bersinar, otak cemerlang, jiwa merdeka. Saya sering mengalaminya dan tentu saja setiap orang pernah merasakannya. Seserius-seriusnya karakter manusia, ada saatnya dalam kehidupan, meskipun mungkin jarang sekali, mereka tertawa terbahak-bahak akan sesuatu hal hingga perut kesakitan akibat kram dan mata berair. Kalau sudah begitu, hidup, kok, rasanya jadi indah... sekali. Lepas, bebas, tanpa beban. Rutin tertawa saya pikir akan bagus bagi kesehatan jiwa dan raga.

Kalimat "Ketawain aja, Teh!" dalam cerita based on true story di atas adalah sebuah contoh kecil saja mengenai makna sebuah tawa yang di dalamnya terkandung filosofi hidup yang lumayan dalam. Tawa di sini dimaksudkan untuk mencairkan ketegangan, keseriusan berpikir, dan kekauan dalam bertingkah laku. Tawa identik dengan sesuatu yang meringankan, lucu, santai, rileks. Dengan tertawa, kita jadi lebih mampu menguasai diri dan keadaan, lebih bisa menerima hidup yang keras ini, lebih terbuka pada apa pun yang akan terjadi di depan.  

Ketawain aja, artinya jelas banget, enggak ada yang berat dalam hidup ini sampai manusia itu sendiri yang membuatnya menjadi berat. Ketawain aja, karena dengan tertawa hidup yang berat jadi enggak terasa lagi. Ketawain aja, karena tertawa merupakan kemampuan terhebat manusia untuk bisa membuat hidup mereka lebih bermakna. Tawa adalah aktivitas yang ringan dan sederhana, namun bagai sihir!

Humor Sebagai Media Tawa
Akibat menulis ini, saya sampai kepada penelusuran tentang humor dan artikel yang sangat menarik yang bisa kamu unduh di sini. Lumayan untuk pengetahuan, terutama buat kamu yang punya selera humor tinggi atau bahkan sedang berencana menjadi stand up comedy. Dasar mengenai humor itu penting untuk menciptakan sebuah kelucuan, baik itu cerita humor, teater komedi, atau sekadar membuat orang-orang di sekitar tertawa. 

Humor sebagai media tawa saya rasa penting untuk diciptakan dengan cara yang benar. Artinya, dalam humor sendiri ada ilmunya. Tidak asal membuat orang tertawa, padahal yang dilakukan atau diungkapkan tidak lucu-lucu banget atau malah cenderung sarkasme, seperti yang biasa ditemukan pada acara-acara di televisi itu, loh. 

Di luar itu pula, penting bagi setiap orang untuk memiliki kesadaran akan sebuah humor. Maksudnya, (menyadari bahwa) di dunia ini, segala sesuatu itu tidak hitam putih. Kita tidak bisa serta-merta menyatakan sesuatu itu salah atau benar, baik atau jahat, sebab sikap seperti itu hanya akan membawa seseorang kepada perasaan "kerdil", semacam mudah tersinggung, marah, sensitif berlebihan, terlalu serius, atau bahkan mendendam. Pada akhirnya, kembali lagi, aktifkan selera humormu dan cobalah mantra sakti itu, "Ketawain aja." Dengan begitu, hidup jadi terasa lebih ringan, easy going, lebih ceria, bahkan lebih berwarna.

Belakangan ini, saya lagi suka sekali humor. Tontonan wajib saya adalah SUCI di televisi yang menampilkan beragam gaya humor seseorang. Menarik sekali, terutama kalau kamu juga mengikuti acara tersebut dan kamu tahu seorang komika bernama Abdur yang berasal dari wilayah timur Indonesia. Saya bukan hanya dibikin tertawa sama dia, melainkan pula dibikin takjub dan berpikir, bagaimana cara seorang manusia membuat skrip komedi secerdas itu. 

Dari rajin menyaksikan SUCI, saya semakin menyadari bahwa bisa jadi humor itu adalah seni terhebat yang mampu diciptakan oleh manusia. Di dalamnya ada kelucuan, kritik sosial, hasil riset, potret kehidupan, pelajaran hidup, pokoknya kompleks, deh! Saya salut sekali kepada para komedian semacam itu yang mampu menggabungkan unsur kelucuan dengan nilai-nilai faktual di masyarakat. Orang menyebutnya humor satire: makin mengkritik sesuatu malah makin bikin orang tertawa, makin bikin nyeri malah makin geli. Saya pikir sebaiknya makin banyak orang cerdas seperti itu di negeri ini, di satu sisi dia mampu membuka pikiran namun melalui cara yang setiap orang mudah untuk menyepakatinya: tertawa! (Kira-kira seperti Gus Dur mantan presiden kita itulah.)

Humoraria
Apa itu artinya humoraria? Haha. Tidak ada. Itu hanya pelesatan yang saya buat dari singkatan S.Hum. (Sarjana Humaniora) untuk gelar kesarjanaan bagi para lulusan FIB UI, seperti saya ini. Sarjana Humor, kira-kira seperti itu. 

Saya sendiri mengenal humor, ya, semasa kuliah tersebut, yaitu ketika kali pertama memainkan peran pada sebuah pertunjukan teater di kampus. Saya ingat betul masa-masa itu, kami memainkan lakon komedi dengan mengambil latar Betawi. Saya berperan sebagai Fatima (baca: Fatime) gadis Betawi yang polos, lugu, dan lucu khas perempuan Betawi. Kami melakukan pertunjukan keliling, di antaranya ke berbagai fakultas di UI, Bali, dan tampil di Graha Bhakti Budaya. Lakon berikutnya yang saya mainkan juga masih bergenre komedi dan saya berperan sebagai pembantu bernama Siti yang berasal dari Jawa Barat. Pertunjukan kami ini cukup menuai pujian di panggung Malaysia.

Berdasarkan pengalaman tersebut, saya jadi tahu bahwa memainkan naskah komedi yang membuat orang tertawa-tawa itu tidaklah mudah. Selain harus menguasai teknik, naluri melucu kita pun harus dikeluarkan. Dengan begitu, hasil yang ditampilkan bukanlah kelucuan yang sifatnya hanya tempelan, melainkan sebuah lakon komedi yang utuh lucu dan membuat orang tertawa-tawa dengan sukarela. 

Saya sering memperhatikan para komika itu ketika tampil di panggung. Ada kalanya saya tahu bahwa sebuah skrip yang sedang dibawakan itu sebenarnya sangat lucu, tapi karena pembawaan dari penyampainya tidak lucu, maka tawa yang diciptakan oleh penonton pun adalah tawa yang setengah hati, ragu-ragu. Ada kalanya pula saya tahu bahwa skrip itu sebenarnya biasa saja, namun karena penyampaiannya sangat total dengan menumpahkan seluruh jiwa raga kemampuan melucu yang dia punya, maka tawa yang dihasilkan pun bisa cetar membahana. Hebat, ya? Bagaimana seorang komedian itu mampu menyinkronisasikan pengetahuan, keterampilan, pengalaman yang dia punya beserta keajaiban panggung yang terjadi untuk menciptakan sebuah pertunjukan yang berhasil membuat orang tertawa-tawa dengan tulus dan tanpa berpikir, sungguh kerja keras! Kadang, saya suka membayangkan sendiri, ketika jeda iklan acara SUCI di tv, apakah saya masih bisa melucu di atas panggung atau tidak, ya? Hehe.

Syukurlah, saya pernah punya pengalaman main teater komedi. Enggak jelek-jelek amat pula. Permainan saya cukup diapresiasi. Mereka bilang peran saya lucu, bikin mereka tertawa geli, bahkan pada beberapa kesempatan usai tampil, seperti di GBB dan Malaysia, ada penonton yang sampai rela menemui saya secara personal di belakang panggung hanya untuk mengucapkan selamat dan berfoto. Ah, senangnya jadi artis. :) Dengan pengalaman itu, semoga saya selalu diingatkan untuk tetap menjaga kewarasan dengan tertawa dan berbuat hal-hal lucu yang menyenangkan. 




Well, i think, i have a good sense of humor. Gelar sarjananya saja S.Hum. alias Sarjana Humoraria. Dan, saya rasa, penting di zaman sekarang untuk punya selera humor yang tinggi, membebaskan kita dari stres karena hidup di antara orang-orang modern yang hectic dan kadang tak berkeperimanusiaan. 


*Didedikasikan untuk seorang perempuan cantik dan baik hati yang sudah kasih saya kalimat, "Ketawain aja, Teh!"
Gambar dari sini.


0 comments: