Saya tak pernah menyadari selama ini, selama beberapa minggu sejak kepindahan saya ke rumah ini. Pada awalnya, saya rasa memang tak ada. Namun kapan entah tepatnya, saya pun kemudian mengetahui. Tampaknya, telah ada yang menghuni teras rumah saya, terutama bangkai exhaust fan yang masih menempel di dinding teras bagian pojok atas. Tampaknya, ada sebuah keluarga menetap di situ, menjadikan teras saya sebagai rumah dan bangkai kipas itu sebagai kamar tidur mereka. Kau tahu siapa? Mereka adalah keluarga burung gereja! ^^
Saya tidak ingat kapan awalnya. Yang saya tahu, lantai teras telah dipenuhi dengan titik-titik hitam kehijauan kering dan menempel yang saya tidak tahu apa. Saya kira itu daun yang mengering atau tubuh kaktus yang sudah layu yang berjatuhan ke lantai, tapi itu agak tidak mungkin. Belakangan barulah saya dapati, banyak burung gereja bertengger di besi penyangga kanopi teras. Mereka beterbangan di dedahanan pohon mangga yang ada depan rumah saya itu, dekat teras. Jadi, inilah ternyata biang keroknya.
Saya tidak ingat kapan awalnya. Yang saya tahu, lantai teras telah dipenuhi dengan titik-titik hitam kehijauan kering dan menempel yang saya tidak tahu apa. Saya kira itu daun yang mengering atau tubuh kaktus yang sudah layu yang berjatuhan ke lantai, tapi itu agak tidak mungkin. Belakangan barulah saya dapati, banyak burung gereja bertengger di besi penyangga kanopi teras. Mereka beterbangan di dedahanan pohon mangga yang ada depan rumah saya itu, dekat teras. Jadi, inilah ternyata biang keroknya.
Menariknya lagi, burung-burung gereja itu
ternyata menjadikan exhaust fan yang
sudah tak berfungsi yang ada di ruang tamu rumah saya—yang bagian luarnya
terletak di teras depan—sebagai sarang mereka. Kasihan sekali mereka, tampaknya
mereka tidak punya rumah. Akibat inilah, lantai teras depan rumah saya selalu
dipenuhi kotoran burung. Beberapa kotoran bahkan mampir ke ruang tamu melalui
lubang exhaust fan itu. Kotoran itu pun menempeli meja TV saya yang
letaknya pas ada di bawah exhaust fan. Suatu hari mobil teman Ney
juga kaca depannya dipenuhi dengan kotoran burung dari berbagai sisi. Mobil itu
diparkir di bawah pohon mangga. Burung-burung nakal! ^^
Agak menjijikkan memang, tapi tak ada sedikit pun
niat untuk membuat mereka pergi dari situ. Saya malah suka, apalagi ketika pada
suatu sore, hujan turun, mereka berdecit-decit kegirangan, beterbangan dari
satu dahan ke dahan lain, lalu ke besi penyangga kanopi, lalu ke “sarang”
mereka. Saya senang sekali melihat mereka. Kadang kalau malam, mereka suka
berisik di dalam “sarang”. Ketika malam saat sedang akan tidur (saya tidur di
ruang tamu bersama kasur lipat saya dan TV yang setia, maklumlah sendirian,
tidur di kamar malah aneh rasanya), dari exhaust fan terdengar
bunyi grasak-grusuk yang sudah saya maklumi betul. Keluarga burung gereja itu
juga sedang bersiap tidur. Mungkin mereka sedang berebut posisi hangat. Kasihan
sekali, lubang kipas itu kan kecil. Itu pasti rumah yang sempit.
Keberadaan mereka ini menimbulkan inisiatif untuk
membeli rumah burung dari kayu yang berbentuk seperti kotak pos atau mungkin
yang bisa disimpan di dahan pohon mangga. Selain itu pula, saya akan menutup
muka teras depan rumah saya dengan pohon manggis yang merambat. Kalau
sudah jadi, itu akan menjadi tempat yang menyenangkan untuk nongkrong saat
sedang gerimis sore-sore bersama keluarga burung gereja yang lincah dan ramai
tidak mau diam. Cit.. cit.. cericit.. cericit..
Burung gereja di gerimis sore hari. |
0 comments:
Posting Komentar