Kuliah, Teater, Sastra (Henry's Crime, Sebuah Filosofi)


Selepas nonton film Henry's Crime minggu lalu di DVD bareng Ney, saya jadi dreaming. Bayangan saya mundur ke beberapa tahun silam ketika saya masih jadi mahasiswa di kampus Depok. Saya jadi ingin kembali ke masa-masa itu.


Perjalanan Hidup Henry, Sebuah Filosofi
Henry's Crime
Tokoh utama film ini adalah Henry yang diperankan oleh Mang Nunu (adik ibu saya yang punya nama asli Keanu Reaves-yang kini sudah tampak tua) yang dikarakterkan sebagai "sleepwalking man". Dia flat, innocent, gak punya mimpi, gak punya ambisi, tapi punya kehidupan yang tipikal: seorang istri cantik di rumah, pekerjaan tetap di sebuah perusahaan, dan begitu saja hidupnya: basi. Hingga suatu hari, ia mengalami peristiwa yang tak terduga yang kemudian mengubah jalan hidupnya. Kini, hari-harinya gak basi lagi. Henry adalah seseorang yang "berbahaya".


Dia dijebloskan ke penjara, berkenalan dengan Max (James Caan) yang licik dan banyak akal di dalamnya, dan "berpetualang" bersama di kemudian hari dalam misi pencurian uang di sebuah ruang rahasia dari sebuah bank. Konon, ruangan itu punya jalur terowongan yang bisa ditembus dari sebuah ruang ganti pemain di gedung teater yang terletak di sebelahnya. Ini bukan perampokan. Ini adalah cara pencurian uang dengan cita rasa seni yang sangat tinggi. Tidak ada senjata, tidak ada kekerasan, dan sebaliknya, yang ada adalah teman baru, persahabatan, cinta yang hangat, dan pengalaman hidup yang tak ternilai harganya.


Dunia ini panggung sandiwara..
Henry malah terlibat dalam sebuah pementasan naskah Anton Chekhov yang sedang dipersiapkan oleh sebuah kru teater yang di dalamnya ada Julie (Vera Farmiga) sebagai pemeran perempuan utama dalam naskah tersebut. Katakanlah, semua ini adalah hasil skenario Max meskipun dalangnya tentu saja Henry. Tapi toh, semua pihak yang pada akhirnya berperan di sini tidak pernah merasa terpaksa dalam melakoni "drama" mereka ini. Henry, Max, Julie, sutradara teater, para kru, satpam bank, hingga siapa pun itu, tetap menjalani peran mereka dengan tulus. Permainan bergulir sebagaimana mestinya. Dan yang terpenting, semua orang berperan, mereka kebagian peran, setiap improvisasi adalah bagian dari lakon itu sendiri. Sesuai benar dengan lirik lagunya Ahmad Albar, dunia ini panggung sandiwara.


Henry dan Julie jatuh cinta. Henry menggantikan pemain laki-laki utama dalam naskah tersebut yang dipecat oleh sang sutradara di detik-detik menjelang hari pementasan. Max yang pura-pura menjadi sukarelawan teater dan mengaku pernah berpentas di gedung teater itu semasa mudanya, sibuk menggali terowongan menuju brankas bank dengan bantuan beberapa orang lainnya. Henry berpentas, dia kembali ke ruang gantinya, membantu teman-temannya menjebol tembok, kembali lagi ke panggung, ke ruang gantinya lagi, hingga pada akhirnya mereka kabur membawa uang tersebut. 


Begitulah sedikit gambaran film Henry's Crime yang penuh filosofi. Film ini gak bermain di alur, tapi tema. Dengan ide cerita yang simple dan unik, ia bisa menghasilkan banyak arti dan pembelajaran tentang kehidupan. Hampir seluruh cerita berlatar di gedung teater, tapi gak bikin kisahnya jadi monoton. Peran Max yang paling liar, bikin greget banget. Film ini menjadi seperti drama satu babak. Ending-nya menggantung dan bikin kita yang abis nonton melongo-longo sendiri. Kita adalah aktor dari drama kehidupan kita sendiri. Betapa hidup hanyalah permainan. Tampaknya film Henry's Crime didedikasikan untuk para pekerja-seni maupun seniman teater. Cantik!


Belajar Hidup dari Teater
Saya bersyukur sekali karena pernah dikasih kenalan sama dunia teater dalam kehidupan saya ini. Buah dari kemampuan alam bawah sadar saya saat memilih Sastra Indonesia sebagai pilihan jurusan dalam SPMB delapan tahun lalu. Karena lewat inilah saya jadi kaya: kaya pengalaman, kaya ilmu, kaya pembelajaran, dan kaya lainnya kecuali harta. I was really love my new world.


Saya bergabung dengan kelompok teater di jurusan kami (Pagupon) saat menjadi mahasiswa baru. Beberapa lakon saya mainkan, bahkan dua judul merupakan prestasi sendiri bagi perkembangan dunia teater kampus di Indonesia, perkembangan komunitas teater di kampus sastra, dan perkembangan kegiatan berteater di kampus UI. Lewat kelompok teater kami inilah, UI kemudian membuat UKM teater sendiri (Teater UI) sejak kelompok teater Pagupon untuk kali pertama menjadi salah satu wakil dari teater kampus di Indonesia untuk berpentas di panggung Festival Teater Melayu ASEAN (Festema) tahun 2004 di Selangor, Malaysia. Dan, saya bermain di dalamnya!


Setelah sukses dengan roadshow lakon Mentang-mentang dari New York -sebuah naskah karya Noorca M. Massardi- yang membuat kami beramai-ramai "ngegembel" ke Pulau Dewata, selanjutnya kami disibukkan dengan proses persiapan pementasan lakon Perkawinan -adaptasi karya Nikolai Gogol- untuk Festema tersebut. Dua lakon inilah yang menjadi debut di tahun-tahun itu. Banyak yang terkuras sudah karenanya: waktu, tenaga, pikiran, uang, perasaan..


Sebagai seni yang kompleks (di dalamnya tercakup seni sastra, seni musik, seni tari, seni drama, tata rias, seni dekorasi, dll), teater untuk satu kali saja pementasannya membutuhkan proses yang sangat tidak mudah. Katakanlah, untuk hanya sekitar 2 jam berpentas di panggung, sebuah kelompok teater setidaknya harus bersiap diri kurang lebih 3 bulan sebelumnya, bahkan bisa jauh dari itu. Ironisnya, proses yang demikian panjang dan ruwet ini tidak menggaransi sebuah pementasan yang sukses. Proses berteater tampaknya tidak untuk mencetak pementasan yang bagus, tetapi untuk melatih kesigapan semua aspek yang terlibat dalam teater supaya mampu berimprovisasi ketika hasil tidak sesuai dengan persiapan. Who knows what will happen on the stage, even you have had an optimal practice. Keajaiban panggung, begitu kata teman-teman.


Namun, dari kerumitan inilah saya belajar. Kebiasaan berbulan-bulan di sepanjang tahun menghabiskan malam di auditorium kampus usai kuliah paginya dengan naskah di tangan, latihan vokal-artikulasi, dan segala meditasi-penjiwaan macam orang gila dengan teman-teman pemain, bikin saya jadi orang yang terbiasa menghadapi kompleksitas. Maka, ketika di tahun terakhir kuliah tidak berteater lagi, rasanya ada yang hilang. Sangat hilang. Rasa lelah yang berkurang drastis itu tidak membuat saya bahagia. Justru sebaliknya, ketika harus berstres-ria dengan tugas-tugas kuliah yang menumpuk dan latihan teater yang tak berdimensi ruang-waktu itu, saya malah merasa sangat hidup. Dan, di masa kekosongan itulah saya mulai belajar memetik hikmah.


"Hidup adalah sebuah skenario besar. Ditulis oleh tangan yang tidak terlihat tapi terbaca. Setiap orang berperan di dalamnya. Siapa pun dia, kita bermain.
Sang Sutradara turut menata cahaya dengan cantik, menempatkan segala properti dengan apik, menciptakan karakter, menyiapkan latar dan arena bermain. Maka setelahnya, bermainlah kita secantik-cantiknya. Berimprovisasilah, total, sebab pada waktunya, layar akan turun sendiri. Panggung menjadi gelap, dan penonton pulang. Tak ada yang melihat kita atau sebuah saja tepukan tangan apresiasi. Permainan kita bukan untuk yang terbagus, tapi proses-menjadi adalah bagian pentingnya. Di situ kita belajar, berbagi, beradaptasi, dan saling sayang. Kadang kita manusia, lupa, kalau hidup tak lebih seperti dua jam pementasan saja." 


Kini, saya tidak bermain teater lagi, dan jadi kangen banget setelah nonton Henry's Crime. Tapi, jika pun masa-masa itu balik lagi dalam kehidupan saya, saya gak yakin apa masih mampu untuk menjalani proses semacam itu lagi. Peran saya tampaknya sekarang tak terbatas pada panggung teater, tetapi telah meluas kepada panggung kehidupan itu sendiri. Dan, inilah saatnya segala ilmu saat latihan dulu diimplementasikan ke dalam kehidupan nyata. Filosofi berteater. Aktivitas saya sekarang hanya menulis untuk membuat jiwa menjadi katarsis. Satu lagi kekayaan batin warisan masa kuliah dulu. Ya, kuliah, teater, sastra, adalah dunia yang mengubah perempuan penakut dan manja ini menjadi sosok yang lebih terbuka dan berani menghadapi hidup. Bagaimana pun, semua ini hanya skenario-Nya.
Who knows what will happen in the future life even you have prepared in an optimal. So, improvise!


*Tontonlah filmnya, nikmati, dan bertanyalah sesudahnya: apa peranku saat ini?


2 comments:

cassia vera mengatakan...

tampaknya menarik :) jadi pengen nonton..

Nona Devi mengatakan...

iya.. tontonlah.. ;)
eh, kamu itu teman mengajarnya yudha, ya di semi palar?