Between

Akhirnya, saya menemukan diri saya sendiri juga di tengah hujan malam ini. Ada Doug Hammer dengan beberapa komposisinya, In These Fields, A Dream I Once Lived In. Mendadak hujan turun semakin deras dan "kekacauan" beberapa minggu terakhir seketika lenyap disapu basah rinai malam. Saya seperti sedang diobati oleh alam.

Terima kasih karena telah memberi ketidakseimbangan dalam hidup. Dengan begitu, saya bisa merasakan indahnya berada di titik tengah. Terima kasih karena telah memberi kepayahan, ketidakmampuan, ketakberdayaan, dan segala bentuk keterbatasan pada saya. Dengan begitu, saya jadi mengerti makna bertahan. Setiap hari, pada akhirnya adalah sebuah proses bagi saya dalam menemukan diri sendiri. Sungguh, saya inginnya mendapati diri saya sendiri ini sebagai seseorang yang tangguh, yang selalu penuh dengan rasa semangat dan terus enerjik. Tapi belakangan, saya benar-benar merasa payah.

Saya jadi teringat beberapa tahun silam. Ketika itu saya masih kuliah di semester awal. Saya sedang duduk di sebuah kursi kereta api yang akan membawa saya pulang ke kampung halaman. Entah bagaimana pada awalnya, terlintas dalam benak saya saat itu, saya ingin menjadi penulis. Sebuah perjalanan berkendaraan selalu membuat angan saya menerawang jauh. Sejak kecil bahkan, saya sudah menyukai aktivitas ini. Saya hanya menyaksikan jalan yang berlalu dengan cepat seiring kendaraan yang melaju. Orang-orang yang terlewati dengan cepat. Pepohonan rindang maupun kering. Sawah-sawah dan tiang-tiang listrik yang menjuntaikan kabelnya. Rumah-rumah cantik dan indah. Apapun yang saya temukan di luar sana dalam perjalanan berkendaraan saya, selalu saya nikmati meskipun mereka hanya selintas. Kadang saya sambil bernyanyi atau mendengarkan musik atau juga tidak keduanya, hanya memandang ke luar dan imajinasi saya berkelana ke mana-mana. Tepat saat itu terjadi, yang berhasil tertangkap oleh benak pada beberapa tahun silam itu adalah saya ingin menjadi penulis.

Ide, mimpi, bahkan masa depan, senantiasa hidup berdampingan dengan kita. Mereka itu seperti udara, ada di sekitar kita meskipun kita tak mampu menangkap wujudnya. Mereka beterbangan, berkeliaran di mana-mana, bertaburan tak terhingga. Dan ketika kita berpikir, itulah dia, salah satu di antara mereka. Apa yang kita tangkap, tidaklah kita ketahui benar. Mungkin mereka hanya sebuah angan dan khayalan, tapi mereka juga bisa menjadi petunjuk bagi arah hidup kita selanjutnya. Kita tidak tahu pasti apa yang mungkin kita tangkap. Antara kita dan mereka mungkin sebuah hubungan kebetulan saja, tapi tak ada yang benar-benar hanya sebuah kebetulan di kehidupan ini.

Tak ada yang bisa menggambarkan dengan pasti bagaimana segala sesuatu di dunia ini dapat terjadi. Tak ada yang bisa mendefinisikan dengan benar hubungan semacam apa yang terjadi antara kita dan Dia, antara saya dan Sang Pencipta. Betapa kompleksnya kita.

Haah.. saya hanya sedang rindu fiber pelangi, tentang croissant dan sesuatu yang berinkarnasi. Tentang sungai di bulan, laron-laron itu, musik jazz dan gorengan. Oh, betapa saya sangat merindukan kata-kata indah nan cantik yang biasa hadir menemani pagi saya hingga hari menjelang petang. Kini, segala sesuatu menjadi tidak mudah lagi. Kaki saya berjalan untuk sesuatu yang tidak sepenuhnya ingin saya lakukan. Sungguh, itu sangat menyakitkan saya. Pertemuan demi pertemuan... mengapa harus ada sesuatu yang terjadi secara berulang. Kenapa hidup tidak bisa seperti pemandangan luar yang kerap saya nikmati dalam perjalanan berkendaraan: sekejap namun berarti. Saya rindu kebebasan saya.

Sesuatu kemudian berkata dengan lugasnya,
"Well, nothing is perfect."

keep trying


0 comments: