Gnomeo and Juliet: Sebuah Parodi

Guys, udah pada nonton Gnomeo and Juliet?



Kalau kamu pernah nonton film Romeo and Juliet atau baca bukunya atau mengenal ceritanya yang terkenal itu mengenai tragedi cinta sepasang anak manusia karya William Shakespeare, di film animasi Gnomeo and Juliet inilah kamu bisa menemukan versi lainnya (baca: versi parodi) dari kisah tersebut. Diperankan oleh para patung gnomes (kurcaci) taman milik dua tetangga bersebelahan yang selalu berselisih, begitu pula dengan para gnomes-nya, film ini mengisahkan alur cerita pasangan legendaris itu, tapi tentu ala patung kurcaci: lucu, konyol, jayus, dan happy ending. 

Gnomeo adalah pemuda yang berasal dari gnomes bertopi biru yang rumahnya juga berwarna serba biru milik nenek bernama Montague. Juliet adalah seorang pemudi yang berasal dari gnomes bertopi merah yang rumahnya juga berwarna merah milik seorang kakek bernama Capulet. Selain nenek-kakek ini berselisih, para patung kurcaci-nya juga, tapi tentu tidak dengan pasangan kasmaran Gnomeo dan Juliet.

Perselisihan tampaknya sudah terjadi lama dan semakin sengit saat Gnomeo (si pembalap dari topi biru) mengalami kekalahan dalam ajang balap mesin pemotong rumput. Pasalnya, si pembalap dari topi merah telah berlaku curang. Karena dendam, Gnomeo membalasnya dengan menghancurkan taman topi merah secara diam-diam. Hal ini jelas memicu kemarahan kurcaci bertopi merah sehingga akhirnya mereka saling membalas dendam.

Di luar itu semua, Gnomeo dan Juliet yang sudah pernah sekali bertemu dan langsung jatuh cinta, tetap menjalin hubungan secara diam-diam. Mereka biasa kencan di sebuah wilayah berumput tinggi yang terdapat bekas-bekas bangunan di sana. Konon, wilayah itu tadinya adalah sebuah taman dan rumah milik sepasang suami istri yang pada awalnya hidup bahagia namun akhirnya bercerai dan rumah itu ditinggalkan begitu saja, seperti yang dituturkan (patung) flamingo. Sesuatu yang pilu terasa di sini, kontras dengan adegan-adegan lucu-menegangkan sekaligus konyol dan jayus pada bagian-bagian sebelumnya. Maka, secara sensibilitas, alur film ini lengkap.

Gnomeo dan Juliet tidak mati seperti Romeo dan Juliet. Dalam hal ini, prediksi sang pengarangnya sendiri, William Shakespeare yang patungnya di sebuah taman kota sempat mengobrol dengan Gnomeo, salah. Sebaliknya, kisah mereka justru berakhir bahagia meskipun sebelumnya telah melalui banyak konflik dan ketegangan semisal yang dihasilkan Terrafiminator sang mesin pemotong rumput raksasa yang sangat berbahaya yang pada akhirnya membuat kedua taman para kurcaci ini luluh lantak.

Well, sebagai parodi, film ini berhasil bikin saya terpingkal-pingkal dan haru sekaligus. Ada beberapa daftar kepingkalan yang dimunculkan dalam adegan-adegannya, mulai dari gestur tokoh dalam film itu sendiri yang teatrikal sampai ide ceritanya sendiri yang memang lucu dan dikonsep sedetail mungkin biar "nyeleweng". Sebagai contoh, buah apel yang biasa kita temukan terpampang di Apple Macbook, berganti dengan buah pisang yang kalau saya terjemahkan mungkin gadget itu bermerek Banana Macbook--gadget milik Nenek Montague (huahahaha!!!).

Aih... Kelly Asbury sebagai sutradaranya keren banget, deh. Salut saya. Lucu. Parodinya dapet banget. Dan karena 3D, jadi serasa nonton teater aja lihat film Gnomeo and Juliet ini. Maksudnya, terasa hidup beneran. Asyik, seru, cuma agak pusing juga ya, nonton pake kacamata 3D macam begitu.

Tapi, selain itu, film ini juga berhasil bikin saya nangis, loh, yaitu saat adegan si flamingo menceritakan kisah mengenai sepasang suami istri tempat dia menghiasi taman mereka. Di taman itu si flamingo ini gak sendiri, tetapi berpasangan juga dengan kekasihnya. Mereka adalah dua patung flamingo yang berhadapan membentuk hati (love) yang menghiasai taman suami istri tersebut. Gara-gara pasangan manusia itu cerai, si flamingo ini juga harus berpisah dengan pasangannya karena manusia-manusia itu bertengkar, berpisah, sang istri pergi, barang-barang dikemas, sepasang flamingo pun terpisah. Dia pun menjadi sedih karena berpisah dengan kekasihnya, dan saat itu saya hanya membayangkan... benda mati juga bisa punya perasaan.. kata siapa mereka benar-benar mati. Dan satu hal lagi, bahwa manusia memang bisa seenaknya saja saling membenci. Awalnya mereka bahagia dan saling mencintai, namun karena konflik-konflik yang datang, mereka yang tadinya saling menyayangi bisa dengan mudah saling berteriak, mencaci, bertengkar, dan setelah itu meninggalkan.. Sungguh tidak menghargai Cinta. Dan karena itu jadi kelihatan, si patung flamingo ini jauh lebih bijaksana dalam memahami cinta, ketimbang manusia.
*Selain pesannya menyentuh, saya menangis saat adegan ini karena juga baru berantem sama Ney. he...
 

Oke, buat kamu yang belum nonton, kayanya di bioskop masih ada, deh. Saya nontonnya 2 minggu yang lalu. Harusnya tulisan ini bisa turun minggu kemarin sebagai label Weekend Reference saya. Tapi, telat. Maafkanlah.. Betapa sibuknya saya belakangan ini.. Hehe.


Selamat menonton ya, teman.. Semoga kamu terkesan. Buat saya, film animasi ini sangat kreatif dan menyegarkan! Benar-benar menghibur. 


0 comments: